PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Angka
kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan
pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di
dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat
adalah penyakit asma.
Asma
adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara
total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan
terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan
lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan
faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik
pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya,
tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi
problem tersendiri.
Peran
dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu
pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus
selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah
memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada
penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama
bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi
serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan
prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan
prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan
juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih
dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban
global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma
meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang
menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan,
risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian di Indonesia,
hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki
urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas)
bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT
1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis
kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak
usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner
International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent
asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala
klasik.
Maka disini kami akan
memaparkan tentang Asma Bronchial yang nantinya akan dibutuhkan oleh kita
selaku askep. Didalamnya terkandung Definisi
Penyakit Asma Bronchial, Etiologi Penyakit Asma Bronchial, Patofisiologi Penyakit asma bronkial, Gejala Klinis Penyakit Asma
Bronchial, Diagnosis Penyakit Asma Bronchial dan Pencegahan Penyakit Asma
Bronchial.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian yang ada diatas maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana definisi Asma Bronchial ?
- Bagaimana etiologi Asma Bronchial ?
- Bagaimana patofisiologi Asma Bronchial ?
- Bagaimana gejala klinis Asma Bronchial ?
- Bagaimana diagnosis Asma Bronchial ?
- Bagaimana pencegahan Asma Bronchial ?
1.3 Tujuan
2. Menjelaskan definisi Asma
Bronchial
3. Menjelaskan etiologi Asma Bronchial
4. Menjelaskan patofisiologi Asma Bronchial
5. Menjelaskan gejala klinis Asma Bronchial
6. Menjelaskan diagnosis Asma Bronchial
7. Menjelaskan pencegahan Asma Bronchial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Asma adalah suatu kadaan klinik
yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel,
dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi
yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang
menandakan suatu keadaan hipere aktivitas bronkus yang khas.Penyakit
asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran pernapasan
sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan
dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan
gangguan emosi, kelelahan jasmani,perubahan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan
yang merangsang, infeksisaluran napas, faktor makanan dan reaksi alergi.
Penyakit asma bronkial di masyarakat sering disebut
sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok, dan berbagai istilah lokal
lainnya. Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif
intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode
bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Orang yang menderita asma
memiliki ketidak mampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal
selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidak mampuan ini tercermin
dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu
melakukan usaha eksirasi paksa pada detik pertama. Karena banyak saluran
udara yang menyempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat,tidak
terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasidan
aliran darah paru. Turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus mengakibatkan
suara mengi yang terdengar jelas selama serangan asma, namun tanda fisik ini
juga terlihat mencolok pada masalah saluran napas obstruktif.Diantara serangan
asma, pasien bebas dari mengi dan gejala, walaupun reaktivitas bronkus
meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap berlanjut. Namun, pada asmakronik, masa tanpa serangan dapat menghilang,
sehingga mengakibatkan keadaan asma yang terus-menenrus yang sering
disertai infeksi bakteri sekunder.
2.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari
asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang
paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf
kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan
hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik).
Ditandai dengan reaksi alergik
yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik
seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik).
Ditandai dengan adanya reaksi
non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik
dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.
Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Berdasarkan Keparahan Penyakitnya :
a. Asma intermiten
Gejala
muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau
hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru
normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan
Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%
b. Asma ringan
Gejala
muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi
mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali
dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%
c. Asma sedang (moderate)
Gejala
muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma
malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2
agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
d. Asma parah (severe)
Gejala terus
menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu
oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%
Ada beberapa hal
yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronchial:
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat
alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran
pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan
kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal
ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
4. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di
laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala
ini membaik pada waktu libur atau cuti.
Sebagian besar penderita asma akan
mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat.
Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
2.3 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic
dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul
pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai
berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam
jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat,
alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua factor-faktor ini akan menghasilkan edema
lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang
selama ekspirasi daripada selama
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat
sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya
dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
![Paru-paru yang terkena Asma Bronkial](file:///C:%5CUsers%5Cnovi%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image001.jpg)
Gambar 2. Gambaran paru Asma normal dan asma
bronkiale
Klasifikasi
Derajat
|
Gejala
|
Gejala malam
|
Faal paru
|
Intermiten
|
Gejala kurang
dari 1x/minggu
Asimtomatik
|
Kurang dari 2
kali dalam sebulan
|
APE > 80%
|
Mild persistan
|
-Gejala lebih
dari 1x/minggu tapi kurang dari 1x/hari
-Serangan
dapat menganggu aktivitas dan tidur
|
Lebih dari 2
kali dalam sebulan
|
APE >80%
|
Moderate persistan
|
-Setiap hari,
-Serangan 2
kali/seminggu, bisa berahari-hari.
-Menggunakan
obat setiap hari
-Aktivitas
& tidur terganggu
|
Lebih 1 kali dalam
seminggu
|
APE 60-80%
|
Severe persistan
|
- Gejala
Kontinyu
-Aktivitas terbatas
-Sering
serangan
|
Sering
|
APE <60%
|
2.4 Gejala Klinis
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak,
disertai fase inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi,
dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang
kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan,
sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin
lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat.
Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat
ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar
masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan,
wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk
hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain
itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih
menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua
lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah
pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi
pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan
penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan
penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi
yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan
penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi
kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan
konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
2.5 Diagnosis asma bronkial
1.
Anamnesa
a.Keluhan sesak nafas, mengi, dada
terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk
malam hari.
b.Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan
reversible.
c.Mungkin ada riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama atau penyakit alergi yang lain.
2. Pemeriksaan
Fisik
a.Keadaan umum : penderita tampak
sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk.
b.Jantung : pekak jantung
mengecil, takikardi.
c.Paru :
Inspeksi
: dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke
bawah.
Auskultasi :
terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.
Perkusi : hipersonor
Palpasi : Vokal Fremitus kanan=kiri
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium meliputi
:
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi
dari kristal eosinopil.
- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
- Creole
yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan
kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
-
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
- Kadang pada
darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig
E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
c. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran
radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran
hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
-
Bila disertai dengan bronkitis,
maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
-
Bila terdapat komplikasi
empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
-
Bila terdapat komplikasi, maka
terdapat gambaran infiltrate pada paru
-
Dapat pula menimbulkan gambaran
atelektasis lokal.
-
Bila terjadi pneumonia
mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
d. Pemeriksaan
tes kulit
Dilakukan untuk mencari
faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.
e. Elektrokardiografi
Gambaran
elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
-
Perubahan aksis jantung, yakni
pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise rotation.
-
Terdapatnya tanda-tanda
hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block).
-
Tanda-tanda hopoksemia, yakni
terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan
-
VES atau terjadinya depresi
segmen ST negative.
f. Spirometri
Untuk
menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC
sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol
bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk
menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi. (Medicafarma,2008)
g. Uji provokasi bronkus untuk membantu
diagnosis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara
pengobatan yang paling rasional, karena
sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang menyebabkan
bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka
panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
a. Menghambat pelepasan mediator.
b. Menekan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah
:
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi
serangan dan
meringankan beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
a. Steroid dalam bentuk aerosol.
b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.
a. Steroid dalam bentuk aerosol.
b. Disodium Cromolyn.
c. Ketotifen.
d. Tranilast.
2.6 Pencegahan
a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma.
BAB III
KESIMPULAN
Asma bronchial
adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat
reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas. Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma
gabungan.
Dan ada beberapa hal
yang merupakan faktor penyebab timbulnya serangan asma bronkhial yaitu : faktor
predisposisi(genetic), faktor presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress,
lingkungan kerja, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan
asma dapat dilakukan dengan :
a. Menjauhi alergen, bila
perlu desensitisasi
b. Menghindari kelelahan
c. Menghindari stress
psikis
d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
e. Olahraga renang, senam asma
Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada
semua pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam
makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca.
Disamping itu saya juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sehinga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://doctorology.net/wp-content/uploads/2009/03/tipe
asma.htm. diakses 21 Juni 2012
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 22 Juni 2012
dari
Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-
bronkiale.html
Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit
asma.
Diakses 22 Juni 2012 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas
Dan Klinik Depkes RI:http://125.160.76.194 /bidang/yanmed/farmasi/
Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 22
Juni 2012
dari USU digital library:
http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf.
diakses 22 Juni 2012
http://www.scribd.com/doc/12896544/Asma-Bronkial.
diakses 22 Juni 2012
0 comments:
Post a Comment